TJIMANOEK.COM, Indramayu – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya berkunjung ke Kabupaten Indramayu untuk meresmikan Taman Kehati dan Taman Tjimanoek pada, Senin, 13 Desember 2021. Sehari sebelumnya, BEM Polindra menanyakan kedatangan Menteri LHK Siti Nurbaya ke Indramayu.
Lantas kedatangan Menteri LHK Siti Nurbaya tersebut langsung menuai sorotan dari Badan Eksekutif Mahasiswa Politeknik Negeri Indramayu atau BEM Polindra. BEM Polindra dalam unggahannya bahkan menyebut Menteri Siti Nurbaya telah gagal melestarikan hutan serta mengancam masyarakat melalui teror secara struktural.
“Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang dipimpin langsung oleh Siti Nurbaya telah gagal melestarikan hutan dan justru mengancam masyarakat lewat teror yang struktural dengan menyokong korporasi untuk mengeruk sebesar-besarnya kekayaan alam dan mengorbankan masyarakat di garda terdepan krisis iklim,” tulis BEM Polindra melalui media sosial miliknya, Minggu, (12/12/2021).
Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah, Oushj Dialambaqa mengatakan, kritik yang dilontarkan oleh BEM Polindra terhadap Menteri Siti Nurbaya harus menjadi catatan penting. “Kritik yang dilakukan BEM Polindra melalui akun medsos terhadap Menteri LHK Siti Nurbaya menjadi catatan penting bagi kita para intelektual, dan kritik itulah yang diperlukan di negeri ini, khususnya Indramayu, sekalipun BEM Polindra belum spesifik mengkritik kebijakan publik Bupati. Semoga diwaktu lain punya keberanian untuk mengkritik yang di depan mata, karena itu sungguh-sungguh diperlukan untuk Indramayu tidak lebih buruk, tidak lebih bobrok ketimbang rezim penguasa sebelumnya,” kata Oushj Dialambaqa kepada tjimanoek.com, Rabu, 15 Desember 2021.
“BEM Polindra mempunyai sensivitas terhadap bangsa dan negara, sehingga tidak terbendung untuk mengkritik kebijakan nasional yang menguntungkan korporasi bobrok lebih-lebih soal krisis iklim atau dampak emisi karbon, dimana hutan main babad saja bahkan industri ekstraktif tak peduli dengan krisis lingkungan. Kritik BEM Polindra adalah dalam perspektif analisis akademik, dan itu yang diperlukan, dimana mahasiswa tengah berada dalam godogan kawah canra dimuka dunia ilmiah atau intelektual akademik,” imbuhnya.
Menurut Oushj Dialambaqa, Menteri LHK paham betul bahwa Bupati Indramayu suka dipuji dan disanjung. “Menteri LHK tampaknya paham betul dengan selera karakter Bupati, sehingga puja puji dan sanjungan harus dilontarkan di muka umum para pejabat teras dan Muspida, dan bahkan di depan publik media massa,” kata Oushj.
Lanjutnya, “Bupati kita memang maunya masih seperti itu, dipuja dan dipuji dan disanjung. Bupati kita baru sampai tahapan di situ, dan hal itu menunjukkan bahwa Bupati baru sampai tahap pubertas kekuasaan dan atau pubertas politik. Jika kita melakukan analisis ilmiahnya dari sudut pandang teori psikologi, bahwa Bupati tengah berada dimasa adolesen. Tentu, variabelnya tidak tunggal untuk melakukan pembacaan tersebut,” jelas Oushj.
Ia mengaku heran mengapa Menteri Siti Nurbaya terlalu lebay dalam memberikan pujian kepada Bupati Indramayu. “Lucu, menggelikan dan aneh bin ajaib, menteri LHK Siti Nurbaya sekedar mau memberikan pujian, pujaan dan sanjungan harus mengatakan bahwa dirinya pernah ke Belanda pada tahun 1986, lantas mengatakan Taman Sehati dan Tjimanuk lebih bagus atau lebih menarik dibanding yang ada di Belanda,” beber Oushj.
“Hanya untuk kepentingan memuji, memuja dan menyanjung harus membandingkannya ke Belanda. Apa tidak salah itu?,” imbuhnya.
Oushj mempertanyakan pujian sang menteri terhadap taman kehati dan taman tjimanoek yang justru akan berpotensi mempermalukan diri sendiri. “Pertanyaannya, jika ada nitizen atau publik bertanya, Belandanya di pinggiran mana? Lantas nitizen dan publik bilang bla bla bla, ini lho faktanya di Belanda. Apa itu tidak mempermalukan dirinya sendiri sang Menteri LHK itu?,” tuturnya.
“Pertanyaan berikutnya, kok Menteri LHK tidak rasional dan tidak realistik? Ada apa ya? Apa karena silau dengan karpet merah merahnya Pendopo? Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang, siapa tahu ada jawabnya,” imbuhya.
Oushj Dialambaqa menilai bahwa penghargaan MURI tidak bisa dijadikan sebagai kebanggaan. Sebab, MURI mengandung unsur politis. “Taman Cimanuk masuk MURI, ya tak perlu kaget dengan MURI. Masuk MURI itu bukan hal yang prestise, karena MURI itu lebih politis. Misalnya, apa hebatnya masuk MURI sekedar banyak-banyakan orang dalam suatu event atau seremonial. Masuk MURI, karena bisa bikon blencong dengan.ketinggian sekian meter atau menelan beras ketan puluhan kuintal. Ah, terlampau sentimental kita dengan hal-hal yang sesungguhnya bukan prestise, kata Herbert Marcus bilang, kita itu suka hal-hal kebahagian semu, ya seperti itu. Tampaknya apa yang dikatakan Rene Descrates, yang kita amati itu bukan benda melainkan penampakkannya saja. Nah, jika begitu bagaimana jadinya,” tutup Direktur PKSPD, Oushj Dialambaqa di Singaraja, Indramayu, Rabu, 15 Desember 2021.
(PP)