TJIMANOEK.COM, Indramayu – Penyair asal Singaraja, Kabupaten Indramayu, Oushj Dialambaqa membacakan sajaknya berjudul “Kita dan Negeri Ini“ di hadapan Ketua DPRD Indramayu serta para pegiat anti korupsi saat memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia 2021 di gedung DPRD Indramayu, Kamis, 9 Desember 2021.
Oushj pada kesempatan itu tidak hanya membacakan sajak karyanya saja. Akan tetapi, dirinya juga menyoroti beberapa kasus tindak pidana korupsi yang macet dalam penegakannya, baik di Kepolisian Resor Indramayu (Polres Indramayu), Kejaksaan Negeri Indramayu, dan Inspektorat Indramayu.
Ia mengaku, pembacaan sajak Kita dan Negeri ini saat peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia sudah dipersiapkan sebelumnya. “Sajak tersebut sudah saya siapkan untuk saya bacakan ketika saya dalam forum harus berhadapan dengan nurani yang mati dan bisu tuli. Jadi jika saya harus berhadapan dengan banyak orang tidak waras, saya harus bersikap tidak waras dalam meresponnya, karena saya tahu mereka ngomong tanpa logika dan akal waras,” tutur Oushj kepada tjimanoek.com, Sabtu, (11/12/2021).
Saat ditanya mengenai motivasinya membacakan sajak tersebut, Oushj mengatakan agar manusia sadar akan banyak hal. “Motivasinya, agar manusia bisa melek dan bisa membaca tanda dan penanda dalam banyak hal, sehingga nuraninya tetap berdenyut dan berbicara. Logika dan akan warasnya tetap bicara, karena di negeri ini, kejujuran dan intelektualitas akademik adalah barang langka,” tegasnya.
“Jadi setiap dalam forum resmi saya selalu membaca sajak di awal atau akhir saya bicara, karena melihat ketidakwarasan,” ungkapnya.
Dirinya juga mengatakan bahwa pembacaan sajak tersebut tidak ditaruh harapn. “Saya tidak menaruh harapan apapun setelah saya bicara dan atau setelah sajak dibacakan,” kata Oushj.
Kemudian dia mengungkapkan alasannya mengapa tidak berharap terhadap pembacaan sajaknya. “Jika saya menaruh seberkas harapan, saya akan kecewa, akan frustasi dan akan merasa lelah. Karena saya tidak menaruh harapan pada politisi, APH sekarang ini, maka saya tak pernah merasa lelah bicara kemanusiaan, kekuasaan dan Tuhan, sekalipun saya tahu, bahwa dengan menulis sajak dan membaca sajak dan atau bicara kekuasaan yang korup tidak bisa merubah apa-apa, tapi paling tidak, saya tengah berikhtiar untuk melepaskan dosa sosial dari perkara takdir sosial bangsa dan negara ini pun di Indramayu,” bebernya.
Lanjutnya, “Dalam situasi tidak waras dan gila dan atau gila-gilaan, maka yang harus menjawab adalah sebuah sajak. Nah jika sajak itu dianggap gila, ya menang harus gila-gilaan dalam merespon situasi,” kata Oushj.
“Semua itu merupakan tanggung jawab moralitas saya sebagai manusia untuk menunaikan tugas kekhalifahan Tuhan yang dibebankan pada manusia, dalam hal ini saya sebagai hamba-Nya,” pungkas Oushj Dialambaqa.
Sajak Kita dan Negeri Ini
Kita dan negeri ini makin jauh dari republik dan demokrasi. perkorupsian dan perampasan ham marak dan semerbak. kekuasaan membatu dalam jiwa. menumbuhkan dan menyuburkan hasrat keabadian. seperti akar alang-alang dan rumputan tak kenal musim. sekalipun kemarau. merambat dan menjalar kemana-mana. menjadi semak-semak belukar tempat binatang melata menyembunyikan diri dan binatang-binatang buas saling berebut kekuasaan.
Kita dan negeri ini makin jauh dari republik dan demokrasi. perkorupsian dan perampasan ham marak dan semerbak. membaca angin membaca laut membaca ombak membaca gelombang membaca hasrat dalam jiwa selalu menyala untuk menghidupkan kembali tahta dalam kekuasaan. musim memang silih berganti. arah angin tak bisa dipungkiri. itu kata politisi. aroma membusuk bisa dibalsem dengan duit. yang tersaji dalam gambar elok sekali. mengundang wartawan dan televisi dan diunggah ke medsos dengan narasi melawan caci maki.
Kita dan negeri ini makin jauh dari republik dan demokrasi. perkorupsian dan perampasan ham marak dan semerbak. angin dan ombak dan gelombang yang menderu dalam senyap. menuju ke jalan sunyi menjadi literasi peradaban dan literatur bagi kita. di sini, di negeri ini, tahta dan kekuasaan makin jauh dari republik dan demokrasi. oligarki, pecundang dan para penghamba telah menguasai akal budi. kaya miskin setali tiga uang. demokrasi dan ham menjadi duri bagi politik dan kekuasaan. membusuk dalam denotatif dan menjadi racun dalam konotatif. republik dan demokrasi makin menjauh dari kita. perkorupsian dan perampasan ham makin menjadi-jadi.
Kita dan negeri ini makin jauh dari republik dan demokrasi. tapi semakin lengket dengan korupsi dan makin tertawan oligarki. makin lekat dengan hutang luar negeri. negeri ini semakin tidak peduli dengan derita dan nestapa ibu pertiwi. sejarah kekuasaan. hanya melahirkan si malin kundang dan sengkuni. demokrasi makin tenggelam. korupsi makin garang dan menjadi-jadi. anak-anak yang baru melihat dunia sudah dihisap oligarki sedangkan rahim ibunya belum genap empat puluh hari. mereka menangis tak henti. tapi siapa yang bisa? negeri ini sudah bisu tuli dan tak lagi punya hati. matanya pun telah gerhana pula. petir menyambar bersahut-sahutan di siang bolong. tak ada mendung apalagi hujan. malam begitu senyap dan sunyi. perkorupsian dan perampasan ham terus terjadi. demokrasi tenggelam dan hanyut ke samodra kekuasaan oligarki. (O’ushj.dialambaqa, Sajak: Kita dan Negeri Ini, Singaraja 1/5/2021-8/12/2021).
(PP)