Indramayu – Universitas Wiralodra (Unwir) Kabupaten Indramayu, Jawa Barat mendapatkan kucuran dana senilai Rp4 miliar. Diketahui bantuan hibah pemerintah daerah tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kab. Indramayu tahun 2021.
Yayasan Wiralodra Indramayu sebagai pemilik kuasa terhadap Unwir menggunakan dana hibah APBD Indramayu itu untuk rehabilitasi aula dan penambahan balkon dari gedung Nyi Endang Darma Ayu.
Sekretaris Yayasan Wiralodra Indramayu, Sutrisno mengatakan, dasar pembangunan kembali gedung adalah karena usianya sudah sangat lama serta kapasitas yang kurang memadai. “Pertama, secara umur teknis sudah habis, dari tahun 1982, sampai sekarang sudah 40 tahun lebih. Khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kedua, dengan tujuan untuk menambah kapasitas aula,” kata Sutrisno dikutip dari inews, Jumat, 20 November 2021.
Sutrisno mengungkapkan, dana hibah ini bukan kali pertama pemerintah daerah berikan kepada Unwir. Pada tahun 2018, Unwir juga menerima hibah APBD Indramayu senilai Rp2,3 miliar.
Ia menjelaskan, dari total Rp4 miliar dana hibah tahun 2021, sebesar Rp3,3 miliar digunakan untuk pembangunan Aula Nyi Endang Darma Ayu. “Rp 4 miliar itu ditawar, jadi kontraknya Rp 3,3 miliar. Estimasi Rp 7 miliar sampai dengan finising sampai dengan meja kursi di balkon. Kalau Rp 3,3 miliar, sampai dengan kontruksi bangunan saja,” jelas Sutrisno.
Sementara itu, Direktur PKSPD, O’ushj Dialambaqa merasa heran mengapa Unwir selalu mendapatkan dana hibah. Padahal, undang-undang yang mengatur Perguruan Tinggi menyatakan kampus bukan dibebankan pada APBD.
“Bagaimana itu Bupati, Dewan dan Inspektorat. Kok Unwir mendapatkan hibah hingga Rp 4 milyaran lebih. Bukankah dalam undang-undang Perguruan Tinggi bukanlah menjadi tanggungjawab APBD,” kata Oushj Dialambaqa kepada tjimanoek.com di Indramayu, Sabtu, 20 November 2021.
Menurut Oushj, pemerintah daerah belum mempunyai cukup kemampuan keuangan. Ia pun menyebut APBD Kab. Indramayu masih kedodoran. “Apalagi kemampuan keuangan belum bisa. Artinya untuk kewajiban urusan wajib saja APBD kita kedodoran. Gedung sekolah SDN, SMPN, dan PAUD masih berantakan,” ujar Oushj.
“Bukan tidak boleh Unwir dibantu, tetapi itu undang-undang yang bicara. Kewajiban pokok diabaikan. Jadi motifnya gampang terbaca, untuk pencitraan. Pantas Unwir mendukung penuh semua kebijakan yang diambil Nina (Bupati Indramayu),” imbuhnya.
Apa yang dilakukan, lanjut Oushj, dapat menimbulkan kecemburuan Perguruan Tinggi Swasta lainnya yang ada di Indramayu. “Lho, itu juga berimbas kecemburuan pada PTS lainnya. 2017 saja saya protes dan datang ke Rinto BKD untuk menghentikan bantuan APBD ke Polindra (Politeknik Indramayu) setiap tahun Rp 2 milyar. Argumenya ya UU, Rinto mau mengerti dan akhirnya APBD tidak lagi memberi bantuan keuangan kepada Polindra. Ini keblinger,” tutur O’ushj Dialambaqa.
“Urusan wajib saja belum terpenuhi, seperti untuk urusan wajib pendidikan dasar dan menengah yang menjadi tanggungjawab APBD. Urusan wajib untuk infrastruktur ekonomi seperti jalan di mana-mana rusak dan berlubang yang berpotensi besar kecelakaan dan seterusnya. Itu semua menjadi tanggung jawab Bupati dengan APBDnya,” ungkit Oushj.
Lanjutnya, “Unwir itu bukan lagi milik Pemda (bukan milik masyarakat Indramayu lagi), melainkan sudah milik swasta penuh. Jadi bukan lagi menjadi tanggung jawab APBD dan APBD tidak lagi punya kewajiban untuk membantu jika kemampuan keuangan untuk memenuhi urusan wajib saja tidak cukup. Itu UU yang ngomong. Ini urusan wajib ditelantar kemudian urusan yang bukan kewajibannya diprioritaskan,” jelasnya.
Oushj mengatakan Unwir sebagai PTS harus menyadari tanggungjawab yayasan. Jangan lantas mengandalkan anggaran dari APBD. “Yayasan Unwir boleh saja berargumen soal usia tua bangunannya yang kemudian harus direhab atau dibangun ulang. Itu bagus dan silakan saja. Tapi jangan bertumpu dan atau mengandalkan APBD. Maka bikin atau punya PTS itu harus memikirkan segala resikonya. Jangan asal buka perguruan tinggi lantas kemaruk dengan banyak membuka fakultas atau prodi. Cukup satu atau dua prodi saja jika kemampuan ekonomi yayasannya terbatas tetapi berkualitas sehingga tetap menjadi terhormat karena mutunya dari pada banyak prodi akhirnya hanya jual kertas dan atau memproduksi kaleng,” tegas Ouhsj.
Ooh, sapaan akrab Oushj Dialambaqa, menyebut Bupati Indramayu Nina Agustina harus berperilaku adil terhadap kampus swasta lainnya. “Apa yang dilakukan Bupati Nina tidak saja melanggar regulasi tetapi juga mendiskriminasikan perlakuan terhadap keberadaan PTS lainnya yang ada. Diskresi itu boleh selama tidak menambrak peraturan perundang-undangan. Ini tidak saja menabrak tetapi sudah melanggar,” kata Ooh.
Oushj juga mempertanyakan apa argumentasi yang akan diberikan Nina jika kampus-kampus swasta menggugatnya. “Lantas, argumentasi apa buat Bupati Nina, jika 15’an PTS yang ada menggugat kenapa tidak diberi hibah atau dana APBD? Jadi jangan karena UNWIR dulu milik Pemda, itu historisnya tapi kini sejak tahun 2011, UNWIR secara de jure dan de facto adalah milik yayasan dan atau sekumpulan orang yang berada dalam yayasan tersebut. Itu patut dicatat. Karena UNWIR sama halnya dengan AMIK PURNAMA NIAGA dan yang lainnya,” beber Oushj.
“Melihat pelanggaran kebijakan Bupati Nina tersebut, lantas, apa sikap dan tindakan Dewan dan Inspektorat? Kok mati kutu? Hegemoni kekuasaan seperti apa sehingga mati kutu yang membuat berantakannya tata kelola pemerintahan, boro-boro mau good goverment (pemerintahan yang baik) dan client governance (pemerintahan yang bersih), niat dan mimpinya saja tidak terlihat,” tutup O’ushj Dialambaqa, Sabtu, (20/11).
(Tim)