TJIMANOEK.COM, Indramayu – Angka stunting di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat mengalami penurunan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.
Menurut survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) menyebutkan, stunting (gagal tumbuh akibat kekurangan gizi) di Kab. Indramayu mengalami penurunan drastis sebesar 14,4 persen di akhir tahun 2021. Padahal, Dinas Komunikasi dan Informatika Indramayu menyebutkan, angka stunting tahun 2019 masih sebesar 29,19 persen.
Hal itu kemudian dianggap sebagai suatu prestasi Pemerintah Kabupaten Indramayu dalam menurunkan angka stunting.
“Alhamdulillah semua berkat kerja keras pemerintah dan masyarakat untuk menekan kasus gizi buruk balita di Kabupaten Indramayu,” kata Bupati Indramayu, Nina Agustina didampingi Kadinkes Indramayu, Deden Bonni Koswara, Selasa, 28 Desember 2021.
Dalam mengatasi hal ini, Bupati Nina telah membentuk Tim Gesit (Gerakan Penurunan Stunting Indramayu Terpadu) yang terdiri dari tenaga kesehatan, kader pembangunan manusia, dan tim penggerak PKK.
Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah, Oushj Dialambaqa menyampaikan tidak ada teorinya stunting dapat menurun secara drastis.
“Dalam rumus maupun teori apapun secara akademik, tidak ada kasus stunting bisa menurun fantastik atau bisa disehatkan dalam sekejap mata, kecuali rumus tukang obat dan rumus tukang bualan. Itulah yg terjadi di tangan Bupati Nina,” kata Oushj Dialambaqa, Rabu, (29/12/2021).
Ia mengatakan, Gesit baru dibentuk kurang dari satu bulan dan PKSPD menilai gerakan tersebut tidak berjalan.
“Gesit itu dibentuk baru sekitar kurang dari satu bulanan. Gesit itu fakta dan realitasnya tidak jalan disemua desa. Silakan dicek dan diuji ulang kebenarannya bersama PKSPD. Lantas bagaimana mungkin dalam waktu kurang dari satu bulan, dibilang kasus stunting menurun dramatis hingga 50% dari angka 29,19% di tahun 2019 kemudian menjadi 14,4% di pertengahan Desember 2021. Memangnya spanduk Gesit bisa jalan seperti robot, mendata dan mengatasi stunting,” beber Oushj.
“Coba tunjukkan angka kasus stunting awalnya dan kemudian angka kasus stunting akhirnya di 2021, jika bekerja dengan jujur dan transparan sehingga akuntabilitas publiknya bisa dipertanggungjawabkan, bukan sekedar kata semata,” imbuhnya.
Oushj menyebut gerakan-gerakan yang dibentuk seperti Gesit dan Gerakan Makan Ikan hanya naif semata. “Bisa kita buktikan pula faktanya nyaris di semua desa tidak ada yang bergerak soal Gesit, apakah tim PKK Desa dan Posyandunya itu. Silakan uji juga kebenarannya langsung pada para ibu-ibu di desa soal Gesit dan Gerakan Gemar Makan Ikan itu, yang ada hanya sebuah klaim dari Camat dan jajaran di atasnya, begitu juga hanya klaim dari Bupatinya. Naif amat ya?,” sebutnya.
Selain itu, Oushj juga mengatakan bahwa Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan Kabupaten Indramayu tidak memiliki data nyata terkait jumlah anak stunting.
“Pertanyaannya adalah angka 29,19% itu berapa jumlah anak stuntingnya, sehingga bisa menjadi 14,4%? Wong Dinsos (Dinas Sosial) saja tidak punya data dan Dinkes (Dinas Kesehatan) pun itu tidak punya data yang sesungguhnya,” kata Oushj.
“Jika Dinskes dan Dinsos lantas ngomong punya data itu namanya ngibul dan omong mosong. Mari kita uji kebenarannya. Tapi jika Dinkes, Dinsos dan Baloeda harus membuat data manipulatif stunting demi puja, puji dan sanjungan agar semua di tangan Bupati Nina mendapat penghargaan atau anugerah dari Gubernur, Menteri dan atau Presiden ya tidak aneh, wong itu politik, bahkan Bupati Nina dapat anugerah atau penghargaan dari PBB atau badan-badan Internasional di bawah PBB pun tidak aneh bagi kita yang melek politik kekinian,” sambungnya.
Lanjutnya, “Mayoritas Kepala Dinas itu mentalitasnya Penghamba Kekuasaan, jadi tahu betul selera Bupatinya. Mereka rela menjadi penghamba kekuasaan tentu demi mengamankan jabatannya, dimana Bupatinya juga hobinya marah-marah jika tidak dituruti kehendaknya, bukan? Lantas marah-marahnya itu diunggah di Medsos, mungkin agar dikatakan bahwa kepemimpinannya hebat,” kata Oushj.
Oushj juga menyinggung Bupati Nina yang tidak patut menjadi seorang pemimpin. Ia mengatakan, Nina tidak mawas diri, memarahi para ASN sedangkan dirinya bolos dalam rapat Paripurna bersama DPRD Indramayu.
“Pemimpin itu kewajiban dan tugasnya bukan untuk marah-marah. Justru itu makin kelihatan kualitasnya buruk, karena hanya untuk menutupi kelemahan kepemimpinannya saja. Karena apa? Ya karena Bupatinya tidak mengerti sistem tata kelola pemerintahan. Bagaimana mungkin bisa, wong penguatan sistemnya tidak dibangun dengan baik dan benar. Bupatinya sendiri tidak bisa memberikan keteladanan baik, contoh konkretnya, beberapa kali tidak hadir di paripurna Dewan. Lantas ada bawahanya bolos, kok marah-marah. Lucu dan menggelikan,” tuturnya.
Oushj membeberkan, persoalan stunting bukan karena orang tuanya tidak bisa memberi makan ikan dan daging, melainkan persoalan pengetahuan tentang gizi.
“Untuk kasus busung lapar saja menjadi amat sangat naif bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari satu bulan. Paling-paling baru menunjukkan tahap awal pemulihan kesehatan yang paralel dengan persoalan gizi buruk. Gizi buruk bisa berakibat stunting, sekalipun gizi buruk bukanlah variabel tunggal untuk kasus stunting. Gizi buruk bukan berarti ibunya tidak memberi makan anaknya dengan ikan atau daging atau sayur dan buah- buahan, tetapi karena pengetahuan tentang gizinya. Itu soalnya,” ungkap Oushj.
“Stunting itu suatu kondisi gagal pertumbuhan pada anak yang meliputi gagal pertumbuhan pisik secara normal dan gagal pertumbuhan otak. Yang paling berbahaya adalah gagal pada pertumbuhan otak, sehingga potensi kecerdasannya hilang dan atau adanya keterlambatan berpikir, cenderung menjadi anak yang tidak cerdas atau lambat berpikir,” imbuhnya.
Gizi buruk, kutip Oushj dari ahli, bukan hanya satu variabel saja, melainkan ada faktor lain seperti gangguan mental pada ibu hamil, infeksi, dan jarak kelahiran pendek. “Gizi buruk bukanlah variabel satu-satunya untuk kasus stunting, maka ada variabel dan atau indikator lainnya, yang oleh para ahli dikatakan ada faktor ganguan mental pada ibu hamil, infeksi pada ibu hamil, jarak kelahiran yang pendek, kehamilan pada usia remaja, pola makan yang tidak teratur dengan menu gizi yang baik dan benar, dan lain-lain,” tuturnya.
“Dalam kasus gizi buruk bukan berarti karena kurang makan ikan atau daging atau sayur mayur dan buah-buahan. Faktor utamanya adalah pengetahuan orang tua tentang gizi untuk keteraturan metabolisma tubuh dalam memberikan menu terhadap balitanya. Gizi buruk bisa saja menjadi variabel dominan terhadap kasus stunting, tetapi, sekali lagi, itu bukanlah variabel tunggal. Disamping itu ada faktor genetika,” kata Oushj.
Ia kemudian menyebut gerakan gesit dan makan ikan adalah jargon politik untuk mendapatkan penghargaan. “Gesit dan gerakan Gemar Makan Ikan itu sekedar slogan dan jargon politik pencitraan untuk mendapatkan berbagai penghargaan baik nasional, daerah maupun internasional, karena mereka yang dari luar suka dengan fatamorgana, dan Bupati Nina punya keunggulan satu-satu adalah hal tersebut,” ucap Oushj.
Terakhir, Oushj menyarankan agar Bupati Nina membangun museum sejarah untuk dijadikan pembelajaran sejarah dari sejarah buruk peradaban.
“Maka Bupati Nina adalah Bupati diseluruh Nusantara bahkan dunia yang dalam masa jabatannya paling berprestasi dalam pengumpulan piala, piagam, penghargaan atau apapun yang namanya pemberian anugerah. Jadi tinggal APBD membuat anggaran untuk bikin Museum Sejarah Penghargaan Dunia, yang isinya khusus mengkoleksi berbagai pemberian penghargaan, pemberitaan media tentang penghargaan atau pemberian apresiasi dan seterusnya, supaya kita bisa belajar dari SEJARAH BURUK PERADABAN,” kata Direktur PKSPD, Oushj Dialambaqa di Indramayu, Rabu, (29/12).
(PP/TJIMANOEK.COM)