Menulis Kreatif

Home / Daerah

Selasa, 14 September 2021 - 17:26 WIB

Tanggapan Direktur PKSPD Atas Kisruh Kasus Asusila, JPU Kejari VS Pengacara yang Viral di Medsos

Kejaksaan Negeri Indramayu, Jalan Sudirman No. 234, Indramayu, Jawa Barat.

Kejaksaan Negeri Indramayu, Jalan Sudirman No. 234, Indramayu, Jawa Barat.

Indramayu – Kejaksaan Negeri Indramayu, Jalan Sudirman No. 234, Indramayu, Jawa Barat melakukan klarifikasi pada, Senin, (13/9/2021) kemarin. Klarifikasi tersebut dilakukan karena viralnya video perdebatan antara pengacara korban asusila dengan salah seorang Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Indramayu.

JPU, Tisna Prasetya Wijaya didampingi oleh Kasi Intel, Gunawa Hari Prasetyo mengatakan bahwa pengacara korban asusila ingin menanyakan penerapan pasal terhadap terdakwa terduga pelaku asusila kepadanya. (Lihat video: Kejari Indramayu Berikan Klarifikasi)

“Saya sudah jelaskan kepada pengacara korban bahwa kami medakwakan dua dakwaan, yaitu pencabulan atau persetubuhan,” kata Tisna dihadapan awak media, Senin, (13/9/2021).

Tisna menjelaskan pada saat itu pengacara korban asusila menanyakan pasal dakwaan sembari direkam dengan telepon gengam. Sebenarnya, Tisna saat itu berharap pengacara korban dapat mempunyai motivasi yang sama dalam penanganan perkara.

“Saya menjelaskan bahwa saat itu berpikiran, bahwa pengacara korban seharusnya mempunyai motivasi yang sama.  Penuntut umum dalam hal ini mewakili kepentingan korban bisa bersama-sama menyelesaikan perkara ini dengan baik,” ucapnya.

“Pada saat itu wajar apabila saya katakan jika kasus tersebut alangkah rumitnya karena berdasarkan fakta di berkas perkara memang saya katakan hanya ada satu korban yang mengalami kejadian tersebut dan tidak ada saksi mata yang melihat. Artinya saya sebagai penuntut umum mengajak penasehat hukum untuk bersama-sama mengantisipasi alat bukti ini agar dapat dibuktikan sesuai dengan dakwaan kami,” imbuhnya.

Tanggapan PKSPD

Di tempat yang berbeda, menanggapi proses penegakan hukum terhadap perkara dugaan asusila yang dilakukan oknum guru ngaji kepada muridnya, Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) O’ushj Dialambaqa mengatakan tidak melihat dari sisi viralnya unggahan pengacara korban.

“Berdasarkan vidio penjelasan JPU Kejari, maka PKSPD hanya melakukan pembacaan kontruksi perkara pencabulan dan atau persetubuhan yang dilakukan oleh terdakwa N atas anak dibawah umur yang tengah digelar persidanganya. PKSPD mengesampingkan vidio viral di medsos yang diunggah “pengacara” atas kasus tersebut,” kata O’ushj kepada tjimanoek.com, Selasa (14/9/2021).

O’ushj menjelaskan bahwa JPU sudah melakukan tugas dan kewenangannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

“Jika membaca kontruksi perkaranya dari mulai BAP (berita acara pemeriksaan) Pulisi-SPDP-P21 hingga dakwaan yang dibacakan JPU di persidangan, bahwa JPU sudah berjalan pada relnya. Artinya pasal dakwaan yang dijeratkan adalah pasal UU tentang Perlindungan Anak dan Jo pasal 64 (1) UU KUHP,” katanya.

“Sekalipun, pertanyaannya kenapa pasal 64 ayat 1 KUHP dijadikan jo bukan dua  pasal UU tersebut dijeratkan pada pelaku. Jika pasal 64 ayat (1) itu tidak di-jo-kan, tentu hukumannya memberat. Konon terdakwa juga tidak keberatan atau tidak ada eksepsi keberatan terhadap dakwaan JPU. Pada wilayah ini sebenarnya sudah klir pada koridur hukumnya,” lanjutnya.

Baca Juga:  Masyarakat Penerima BPNT Kecewa, E-Warung Ayunda di Desa Setu Wetan Distribusikan Bahan Makanan Busuk

Ia menegaskan, JPU dalam pembuktian formil menyangkut persetubuhan yang dilakukan terduga N tidak juga salah jika mengungkapkan ada masalah yang harus diantisipasi.

“Pada sisi lainnya, nah ini yang menjadi persoalan, tapi JPU sebenarnya juga tidak salah atau sudah tidak keliru bahwa ada problem (masalah) dalam pembuktian formil atau kebenaran hitam putih yang menyangkut hal persetubuhannya sekalipun dalam BAP dan dakwaan JPU dijelaskan adanya pengakuan pelaku atas persetubuhan yang dilakukannya,” tegasnya.

O’ushj juga mengingatkan para aparatur penegakan hukum jika ada hak ingkar yang dijamin oleh undang-undang. “Problem yang harus dicermati secara seksama, baik okeh JPU, Pengacara Korban dan Hakim adalah adanya “Hak Ingkar” dalam proses persidangan lanjutan karena hak ingkar dijamin UU, artinya dilegalkan,” tuturnya.

Tidak menutup kemungkinan, tambah O’ushj, terdakwa bersama pengacaranya akan melakukan alibi atas tuduhan yang disangkakan JPU. “Problem ini biasanya sering dimanfaatkan oleh terdakwa bersama pengacaranya dengan argumentasi pokok sebagai apologi dan atau alibi bukti kebenaran hitam putih (formil absolut) karena tidak ada saksi mata yang melihat persetubuhan atau pemerkosaan tersebut atau saksinya cuma seorang sehingga dianggap lemah,” tambahnya.

Hal itu, diungkapkannya menjadi salah satu kelemahan penegakan hukum kasus permerkosaan di Indonesia. “Ini adalah problem utama kasus pemerkosaan di negeri ini tatkala di bawah ke persidangan. Problem ini pula yang kadang pelaku dihukum ringan atau bebas. Dihukum ringan karena hanya bisa dibuktikan perkara pencabulannya sedangkan pemerkosaannya oleh Hakum dikatakan tidak cukup bukti,” ungkapnya.

O’ushj juga mengingatkan kepada JPU, pengacara korban, dan majelis hakim untuk tidak terkelabuhi oleh alibi terdakwa. “Jika ternyata pelaku melakukan upaya pengingkaran terhadap pengakuan di BAP setelah dipersidangan ya boleh-boleh saja.  Jika JPU, Pengacara korban dan para Hakim tidak ingin terkelabui dengan kepalsuan ingkarnya, tentu harus melakakuan pembacaannya dengan body language (bahasa tubuh), karena gestur, mimik, air muka, desah nafas dan bola mata saat membuat bantahan atas hak ingkarnya tidak bisa dibohongi. Kebohongan itu bisa kasat mata terbaca, karena itu area (wilayah) di bawah kesadaran seseorang, pelaku sekalipun jagoan berbohong atau jagoan mengelabuhi,” jelasnya.

Ia pun menyarakan kepada JPU agar dapat menunjukan bukti-bukti formil maupun materiil lainnya. “Untuk mengatasi akal abu nawas tersebut, maka JPU maupun pengacara korban harus bisa menunjukkan bukti lainnya yang kebenaran formil maupun materialnya tak bisa dibantah oleh Hakim, yaitu bukti hasil visum et repertum yang menyatakan bahwa benar korban telah diperkosa dan atau telah disetubuhi oleh terdakwa. Pembuktian lainnya adalah adanya bukti-bukti petunjuk lainnya yang baik secara formil maupun materiil menjadi sebuah fakta kebenaran yang nyata yang benang merahnya bisa ditarik kearah bukti formil visum atas adanya pemerkosaan dan atau persetubuhan,” ucapnya.

Baca Juga:  Bupati Nina Digugat, PTUN Bandung Segera Gelar Pemeriksaan Persiapan

Mengenai saksi mata yang tidak ada sebagaimana dikatakan Tisna selaku JPU, O’ushj heran mengapa kasus pemerkosaan yang harus ada saksi mata menjadi dalil dari JPU. Apalagi yang diperkosa atau disetubuhi adalah anak dibawah umur.

“Problem utama lainnya juga adalah seringkali dijadikan argumentasi soal keniscayaan harus adanya saksi atas pemerkosaan bahkan harus minimal dua orang saksi. Ini sangat irasional dan nihilis. Bagaimana mungkin pemerkosaan harus ada saksi apalagi yang diperkosa atau disetubuhi adalah anak dibawah umur,” tuturnya.

“Menjadi naif alasan hukum seperti itu untuk pembuktian, karena argumentasi seperti itu tidak bisa dirasionalisasikan logika dan akal waras padahal para penyidik, JPU dan Hakim paham betul atas kebenaran material secara bukum. Untuk kasus pemerkosaan atau persetubuhan jika  pembuktian kebenarannya berpijak atas dasar bukti formil atau hitam putih, maka itu akan meniadakan atau menciderai kebenaran material. Kebenaran otentik dan atau kebenaran absolut menjadi hilang, kebenaran yang hilang,” tegasnya.

Jangan sampai, tambah O’ush, dengan alasan tidak ada saksi mata saat kejadian menjadikan penegak hukum tidak dapat menghukum pelaku kejahatan. “Untuk itu, mindset dan paradikmatik pandangan penegak hukum haruslah tidak terjebak dan atau harus berubah atau keluar dari mindset (pola pikir), paradigmatik hermeneutikanya atas kebenaran formil yang dipahami harus ada saksi mata, terutama untuk kasus pemerkosaan, pelecehan seksual, pencabulan, pembunuhan, pembegalan, penodongan (begal) dan sejenisnya, tetapi bukan berarti kita harus sporadis percaya atas pengakuan yang mengaku jadi korban. Itu semua harus bisa ditarik benang merahnya secara runut, sehingga menjadi rasional bahwa ia benar-benar adalah korban dari kejahatan yang amat sangat biadab tersebut,” beber O’ushj.

Terakhir, O’ushj mengatakan keseriusan ditahap penuntutan adalah bagian terpenting penegakan hukum. Sebab, jika tuntutannya rendah itu artinya ada permainan tuntutan. Begitupun dengan vonis yang diberikan hakim kepada terdakwa dalam persidangan. Apabila tidak rasional itu bertanda adanya permainan.

“Untuk melihat apakah ada main mata JPU dengan tersangka, maka bisa kita lihat nanti rasional apa tidak dalam penuntutan dan berapa tahun dituntutnya. Jika tuntutannya adalah hukuman yang paling rendah yang dibacakan, itu ada indikasi atau patut diduga kuat ada permainan tuntutan,” kata O’ushj.

“Begitu juga melihat  idealisme Hakim, kita bisa melihat berapa tahun vonis penjaranya? Jika rendah, tidak radional padahal ini sebuah kesucian seorang wanita, maka indikasinya juga sama dengan JPU. Jadi melihat fakta kebenaran dan keadilan hukum itu gampang di negeri ini,” tutupnya O’ushj Dialambaqa eksklusif kepada tjimanoek.com.

(PP)

Share:

Baca Juga

bupati indramayu, nina agustina, bupati nina, infak baznas indramayu, infak kupon, disdikbud indramayu,

Daerah

Ada Campur Tangan Bupati Nina dalam Pungutan Infak Berkupon dari Baznas Indramayu?
MoU, Kejaksaan Negeri Indramayu,

Daerah

Kejari Indramayu Tanda Tangani MoU dengan Perum Bulog
ilustrasi, anak bermain game,

Daerah

Saat Asik Main Game, Handphone Seorang Anak Kecil Raib Dijambret
ketua komisi iii dprd kabupaten cirebon, hermanto, yogi syahrial,

Daerah

Gejolak Rutilahu Desa Setu Wetan, Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Cirebon: Saya Rapat Kerjakan
e warung ayunda, desa setu wetan, bantuan pangan non tunai desa setu wetan,

Daerah

Masyarakat Penerima BPNT Kecewa, E-Warung Ayunda di Desa Setu Wetan Distribusikan Bahan Makanan Busuk
bupati nina, bupati indramayu, tes narkoba, dprd indramayu, paw dprd indramayu,

Daerah

Anggota DPRD Indramayu Minta Lakukan Tes Narkoba ke Para Pejabat Tak Terkecuali Bupati Nina
bupati indramayu, karnaval sctv indramayu, nina agustina, sctv indramayu, raffi ahmad indramayu, ruben onsu, penghargaan bupati nina

Daerah

Bupati Nina dan Dirut PDAM Indramayu Kompak Terima Muri, Masyarakat: Penghargaan Untuk Siapa?
bunda literasi, disarpus indramayu,

Daerah

Disarpus Indramayu Usung Program Unggulan Bunda Literasi