TJIMANOEK.COM, Indramayu – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Indramayu diduga telah mencemari lingkungan melalui limbah cair Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Blok Pecuk, Desa Dermayu, Kecamatan Sindang, Indramayu, Jawa Barat.
Akibat limbah cair tersebut, petani bernama Qodir mengalami kerugian yang cukup signifikan. Luas sawah kurang lebih 6300 meter milik Qodir yang seharusnya dapat menghasilkan 4 ton, kini menyusut 50%, yakni hanya 2 ton saja.
Pada hari, Selasa (14/4/2022), Qodir memenuhi panggilan Dinas LH guna penyelesaian kerugian yang ia alami. “Penyelesaian dilakukan di kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Indramayu,” ucapnya kepada tjimanoek.com, Senin (18/4).
Lanjut Qodir, “Penyelesaian dihadiri oleh Kepala DLH Plt. Aep Surahman, Kasubag Herman, UPT TPA Pecuk Endy bersama wakilnya Bambang, juga disaksikan oleh pompanisasi yang diwakilkan oleh Juju mantan kuwu Desa Terusan,” jelas Qodir.
Ia kemudian mengungkapkan bahwa Plt. Kadis DLH Aep Surahman telah lalai menjaga lingkungan, sehingga mencemari lingkungan sekitar TPA Pecuk. “Aep meminta maaf secara pribadi maupun kedinasan atas kelalaian petugas LH yang ada di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Blok Pecuk. LH telah memberikan ganti rugi/kompensasi pada saya, sejumlah Rp 5 juta, ia juga berjanji akan memperbaiki saluran limbah tersebut,” ungkapnya.
Pada hari, Senin 18/4/2022, Tim Tjimanoek.com mencoba menemui Kepala Bidang Penataan dan Peningkatan Kapasitas Dinas Lingkungan Hidup Indramayu, Lutfi Alharomain diruang kerjanya mengatakan, dirinya belum mengetahui hasil lab terkait air limbah yang diambil sebagai sampel.
“Saya belum mengetahui hasilnya, belum ada data. Kalau ingin tahu datang saja ke lab milik LH, temui Kepala UPT Lab, Mariyah,” jelasnya kepada tjimanoek.com, Senin (18/4).
Kepala UPT Lab LH Kabupaten Indramayu, Mariyah mengatakan, hasil uji lab sudah diserahkan pada Bidang Pencemaran DLH Indramayu. “Kalau dari tanah kita tidak melakukan Sampel hanya khusus air permukaan saja, untuk mengetahui hasil kita tidak bisa. Dari lab hanya memberikan data saja. Data tersebut diserahkan ke bidang pencemaran, baru diproses, kalau ingin mengetahui hasilnya silahkan koordinasi dengan pak Lutfi,” terang Mariyah kepada tjimanoek.com, Senin (18/4).
“Data sudah diserahkan ke DLH, pada tanggal 12/4/2022, kami mengambil Sampel pada tanggal 24/3/2022 karena SOP kerja 14 hari,” pungkasnya.
Sementara itu, Plt. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kab. Indramayu, Aep Surahman belum bisa memberikan keterangan karena sulit dihubungi maupun ditemui. Bahkan, Aep terkesan menghindar dari awak media.
Menanggapi persoalan tersebut, Pemerhati Hukum, Panji Purnama mengatakan, secara tidak langsung Dinas DLH Indramayu mengakui adanya pencemaran lingkungan di TPA Pecuk.
“Meskipun Plt. Kadis DLH Aep Surahman tidak secara eksplisit (terus terang) mengatakan pihaknya telah mencemari lingkungan, akan tetapi ucapan permohonan maaf dan ganti kerugian (kompensasi) kepada petanilah sebuah fakta yang tidak bisa ditampikan bahwa DLH Kabupaten Indramayu dan atau Bupati Nina telah melakukan pencemaran lingkungan, khususnya di TPA Pecuk,” kata Pemerhati Hukum, Panji Purnama kepada tjimanoek.com di Indramayu, Senin, (25/4).
Ia menjelaskan bahwa publik menantikan hasil uji lab dari sampel air yang diambil berikut dengan amdalnya. “Hal berikutnya yakni tentang sampel air yang diambil oleh petugas DLH Kab. Indramayu pada 24 Maret 2022 lalu dan sudah dilakukan uji lab. Kini publik menantikan hasil uji lab yang dilakukan DLH Indramayu tersebut. Yang konon hasilnya sudah keluar sejak tanggal 12 April itu. Ironis, ketika UPT Lab Mariyah membalikan dan atau lepas tanggungjawab yang sebenarnya membuat publik dapat menilai buruknya koordinasi antar bidang. Jika hal itu terus dilakukan, di mana letak profesionalitas dan kapabilitas para pejabat di lingkungan pemda Indramayu? Berikutnya, apakah DLH di bawah kepemimpinan Bupati Nina memiliki keberanian untuk mengakui hasil uji lab itu dan menunjukan amdal (analisis mengenai dampak lingkungan) sebagai upaya transparansi dan akuntabilitas? Atau sebaliknya akan ditutup rapat-rapat. Sehingga di situ kita dapat menguji mengenai keberpihakan Bupati Nina terhadap isu lingkungan hidup,” ucapnya.
Persoalan yang ada, kata Panji, mengafirmasi tidak adanya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Kabupaten Indramayu. “Dinas Lingkungan Hidup dan/atau Bupati Nina membuat jelas dan terang dalam persoalan ini bahwa tidak ada perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Maka, tidak heran lingkungan di sekitar TPA Pecuk telah tercemar limbah cair,” kata Panji.
Panji juga mengatakan, ada tiga pendekatan dalam pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan undang-undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerah.
“Di dalam UU No 32 Tahun 2009 itu disebutkan, pengendalian pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Sekarang kita uji bagaimana hal itu benar-benar dilakukan atau tidak oleh Bupati Nina. Pertama soal pencegahan, apakah ada sosialisasi dari petugas lingkungan hidup kepada masyarakat sekitar tentang pencegahan pencemaran lingkungan hidup? Saya yakin itu tidak dilakukan. Kedua, penanggulangan, fakta bahwa sawah petani terdampak limbah cair TPA Pecuk adalah bukti konkret tidak adanya upaya penanggulangan oleh Dinas LH dan atau Bupati Nina. Terakhir, mengenai pemulihan, tidak ada langkah nyata melakukan pemulihan lingkungan. Padahal jelas dan nyata ada peristiwa pencemaran yang terjadi di sawah petani bernama Qodir. Sehingga saat ini tidak ada upaya pemulihan konkret yang dilakukan oleh LH dan atau Bupati Nina,” terangnya
“Dapat disimpulkan bahwa Bupati Nina melanggar Hak Asasi Manusia,” tegas Panji.
Lanjutnya, “Apabila penjelasan sebatas itu kurang cukup bagi Bupati Nina maupun pejabatnya yang telah melanggar HAM. Maka, saya akan mensubsidi waktu yang saya miliki untuk menjelaskan lebih lanjut,” ucapnya.
Menurut Panji, tidak dipenuhinya tiga pendekatan tersebut membuat hak-hak dasar hidup manusia dilanggar. “Pasal 3 huruf g UU No. 32 Tahun 2009 menyebutkan, menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia atau disebut dengan HAM. Hal itu kemudian dipertegas pada Pasal 65 ayat (1) yang menyatakan, setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Seharusnya ini sudah cukup menarik kesimpulan bahwa Bupati Nina telah melanggar hak asasi manusia karena tidak melakukan pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan atas lingkungan hidup,” jelasnya.
Panji juga mempertanyakan keseriusan pemerintah daerah dalam menangani isu lingkungan hidup. “Lingkungan yang bersih dan bebas dari cemar adalah bagian dari hak setiap warga masyarakat. Tetapi, apakah Bupati Nina konsen terhadap isu lingkungan? Itu tesisnya. Pembiaran yang dilakukan oleh Bupati Nina akan menjadi olok-olokan masyarakatnya sendiri bahwa Bupati tidak konsen pada lingkungan, tapi konsen terhadap penghargaan sebagai bagian dari pencitraannya. Itu soalnya,” pungkas Pemerhati Hukum, Panji Purnama kepada tjimanoek.com, Senin (25/4).
(Tosim / TJIMANOEK)